Senin, 07 Januari 2013

SPOT UNGGULAN RAJA AMPAT

Tanjung Kri, Spot Selam Unggulan Raja Ampat


Tanjung Kri dalah salah satu spot selam terbaik di Raja Ampat, Papua Barat. Tempat ini punya keanekaragaman biota laut yang memesona para penyelam baik yang berasal dari Indonesia maupun luar negeri.
Menyelam di Tanjung Kri akan memberikan pengalaman sangat berkesan pada liburan Anda di kepulauan ini. Bahkan saking ramainya ikan dan terumbu karang di perairan ini, pancaran sinar matahari dari permukaan laut  tidak bisa menembus hingga ke dalam. Berbagai ikan dan karang yang bisa Anda temui di titik ini adalah kakap, fusilier, sweetlips, butterlyfish dan angle fish. Ikan tuna juga menjadi pemandangan umum Tanjung Kri. Hiu karpet atau wobegong yang biasanya hanya bisa ditemui di perairan Australia pun bisa kita temui disini. Hiu ini memiliki bentuk yang aneh dan berdiam di dasar laut. Dengan kedalaman 10-40 meter serta jarak pandang 10-30 meter, Tanjung Kri menawarkan pemandangan cantik yang tidak akan bisa dilupakan. Hal ini diakui oleh Dr. Gerald R. Allen, seorang marine biologist dan pengarang sejumlah referensi kelautan yang meneliti Pulau Kri. Menurutnya, ada 283 ikan dalam sekali penyelaman di Tanjung Kri. Kabar lainnya bahkan menyebutkan kekayaan Tanjung Kri lebih dari yang disebutkan Allen. Tempat ini dihuni 1.024 species ikan, 537 jenis karang, 699 moluska dan 5 jenis penyu langka yang sudah terancam punah. Keindahan bawah laut Pulau Kri konon yang bisa disaingi oleh Pulau Wayag yang tersohor sebagai ikon pariwisata Raja Ampat. Wow!
Selain menyelam, Pulau Kri juga ideal untuk snorkling. Maklum jernihnya perairan di sini, memungkinkan kita untuk bisa melihat keindahan biota laut tanpa harus diving di kedalaman tertentu. Pantas jika Pulau Kri dijuluki sebagai dive and snorkling site favorit di Raja Ampat. Pulau Kri juga disebut sebagai pusat kerajaan dunia bawah air di Raja Ampat. Daya tariknya itu mengundang seorang Belanda, Max Ammer mengelola dua buah resort yang banyak disinggahi diver dari seluruh dunia.
Kelebihan lain Tanjung Kri adalah tempatnya yang dekat degan Sorong sehingga mempermudah akses wisatawan untuk datang. Jarak spot menyelam ini kurang lebih hanya 50 km utara Sorong dengan waktu tempuh sekitar 5 jam menggunakan liveboard.  Penyelaman di Pulau Kri dapat dilakukan sepanjang tahun, kondisi permukaannya tenang dengan arus yang sedang terkadang kuat. Anda bisa berkunjung ke destinasi ini menyesuaikan dengan waktu luang dan musim liburan.
Nah, jika Anda berada di Raja Ampat, jangan lupa untuk mengunjungi beberapa destinasi yang lain seperti teluk Mayalibit dan teluk Kabui yang tak kalah indah. Jadilah saksi kecantikan bumi Mutiara Hitam!

BIAYA LIBURAN RAJA AMPAT

Catat Nih! Biaya Traveling ke Raja Ampat


img

Pianemo, gugusan pulau-pulau kecil nan cantik di Raja Ampat

Jakarta - Raja Ampat akan membuat siapa pun terpesona. Keindahan alam, terutama lautannya, menjadikan Raja Ampat surga para traveler. Mau tahu berapa biaya untuk traveling ke sana? Ini dia rinciannya.

Sambil ditemani angin laut dan matahari yang mulai tenggelam, saya masih terpukau dengan keajaiban Raja Ampat. Memang, biaya untuk datang ke tempat ini tidaklah murah. Hal ini pun diutarakan Hussein, anggota Conservation International Indonesia yang menjadi pemandu saya dan tim dari Adira X-Pedition dari acara yang digelar oleh Adira Finance.

"Minimal biaya untuk ke Raja Ampat adalah Rp 30 juta. Tidak cukup sehari ke Raja Ampat, dengan Rp 30 Juta saja, sudah cukup menikmati Raja Ampat selama satu minggu hingga 10 hari," kata Hussein, dalam perjalanan menuju Raja Ampat Dive Lodge di Pulau Mansuar dari Pulau Arborek, Kamis (12/7/2012).

Rp 30 juta 7-10 hari? Ini artinya Rp 2,4-3 juta sehari. Saya sangat terkejut apa yang barusan dia ucapkan. Hussein memang sudah menetap lebih dari 20 tahun di Raja Ampat. Dirinya pun mengaku telah menjelajahi setiap sudut di pulau ini.

Tak hanya membantu para peneliti dalam penelitian terumbu karang, dirinya juga pernah menjadi kapten kapal di Raja Ampat. Pantas, dia tahu berapa biaya yang harus dibutuhkan untuk traveling ke surga ini.

"Dari biaya segitu besar, wisatawan dapat menikmati Pulau Waigeo, diving di Waiwo, mengunjungi Desa Wisata Sawingrai untuk melihat burung cendrawasih, dan ke Pianemo, gugusan pulau kecil tercantik ke-3 di Raja Ampat," lanjut Hussein.

Hussein menambahkan, biaya tersebut pun belum cukup untuk menjelajahi Raja Ampat secara keseluruhan. Masih ada Kepulauan Wayag yang menjadi primadona Raja Ampat dan juga tempat diving terindah, Missol.

"Kalau ke Wayag dan Missol saja, menyewa boat bisa Rp 30 juta," tambah Hussein.

Terlepas dari Wayag dan Missol, Rp 30 juta adalah biaya yang 'paling aman' untuk traveling ke Raja Ampat. Untuk sewa boat, dapat mencapai angka Rp 5-7 juta per harinya, itu termasuk penyewaan alat-alat snorkeling.

Untuk menginap, di Waisai atau pun Desa Sawingrai, yang masih dalam Pulau Waigeo terdapat penginapan dengan kisaran harga Rp 500.000. Tentu, sudah termasuk 3 kali makan, pagi siang dan malam. Untuk diving, biayanya pun berkisar Rp 400-500 ribu.

Biaya lainnya adalah pesawat dan kapal dari Sorong ke Waisai. Dari Jakarta, ada maskapai Express Air, Batavia Air, Merpati, dan Lion Air yang menawarkan penerbangan ke Sorong dengan biaya Rp 2-3 juta. Setelah itu, dari Sorong ke Waisai, ibukota Kabupaten Raja Ampat, memakan biaya Rp 120 ribu per orangnya.

Memang, Rp 30 juta bukanlah harga yang murah untuk bisa berkunjung ke Raja Ampat. Akan tetapi, keindahan dan pesona Raja Ampat sangat tidak ternilai harganya. Raja Ampat layak menyandang gelar sebagai surganya pariwisata dunia, karena ada banyak terumbu karang dan biota bawah laut, pantai berpasir putih, gugusan pulau-pulau kecil yang cantik, dan hutan yang masih perawan.

Jadi, ayo segera menabung dan siapkan diri Anda untuk menyelami keindahan Raja Ampat.

Kepulauan Raja Ampat Surga Para Penyelam




Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi
empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.
Dalam perjalanan sejarah, wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat nelayan dan menerapkan sistem adat Maluku. Dalam sistem ini, masyarakat merupakan anggota suatu komunitas desa. Tiap desa dipimpin oleh seorang raja. Semenjak berdirinya dua kesultanan muslim di Maluku, Raja Ampat menjadi bagian klaim dari Kesultanan Tidore. Setelah Kesultanan Tidore takluk dari Belanda, Kepulauan Raja Ampat menjadi bagian klaim Hindia-Belanda.
Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah masyarakat yang ramah menerima tamu dari luar, apalagi kalau kita membawa oleh-oleh buat mereka berupa pinang ataupun permen.
Barang ini menjadi semacam ‘pipa perdamaian indian’ di Raja Ampat. Acara mengobrol dengan makan pinang disebut juga “Para-para Pinang” seringkali bergiliran satu sama lain saling melempar mob, istilah setempat untuk cerita-cerita lucu. Mereka adalah pemeluk Islam dan Kristen dan seringkali di dalam satu keluarga atau marga terdapat anggota yang memeluk salah satu dari dua agama tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat Raja Ampat tetap rukun walaupun berbeda keyakinan.
Kabupaten Kepulauan Raja Ampat letaknya terpencil di Papua Barat. Kawasan ini menyimpan sejuta keindahan bawah laut. Wisata bahari Raja Ampat dikenal sebagai salah satu dari 10 tempat wisata menyelam terbaik di dunia. Pesona dan kekayaan alam bawah laut, menjadi andalan Pulau Raja Ampat menembus persaingan dunia pariwisata di Indonesia dan dunia melalui wisata diving yang bisa dilakukan di indonesia bagian timur ini.
Kepulauan ini merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong sejak tahun 2003 yang mencakup 12 Kecamatan dan 88 desa. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa ini memiliki 610 pulau dengan Empat diantaranya pulau besar, yakni Pulau Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo. Dari 610 pulau tersebut, hanya 35 pulau saja yang berpenghuni. Dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, hanya 6.000 km2 berupa daratan, sedangkan 40.000 km2 sisanya adalah lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat.
Kepulauan Raja Ampat terletak di jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini.
Kepulauan ini berada di bagian paling barat pulau induk Papua, Indonesia, membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta hektar.  Raja Ampat memiliki kekayaan dan keunikan spesies yang tinggi dengan ditemukannya 1.104  jenis ikan, 699 jenis moluska (hewan lunak) dan 537 jenis hewan karang. Tidak hanya jenis-jenis ikan, Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman terumbu karang, hamparan padang lamun, hutan mangrove, dan pantai tebing berbatu yang indah. Potensi menarik lain adalah pengembangan usaha ekowisata dan wilayah ini telah pula diusulkan sebagai Lokasi Warisan Dunia (World Herritage Site) oleh Pemerintah Indonesia.
Melihat posisinya di kawasan segitiga terumbu karang, yang tepat pada pusat keragaman terumbu karang dunia, maka laut di Kepulauan Raja Ampat diindikasikan sebagai kawasan yang paling kaya keragaman hayatinya di dunia. Kumpulan terumbu karang yang luas dan kaya ini membuktikkan bahwa terumbu karang di kepulauan ini mampu bertahan terhadap ancaman-ancaman seperti pemutihan karang dan penyakit, dua jenis ancaman yang kini sangat membahayakan kelangsungan hidup terumbu karang di seluruh dunia. Kuatnya arus samudra di Raja Ampat memegang peran penting dalam menyebarkan larva karang dan ikan melewati samudra Hindia dan Pasifik ke ekosistem karang lainnya. Kemampuan tersebut didukung oleh keragaman dan tingkat ketahanannya menjadikan kawasan ini prioritas utama untuk dilindungi. Kepulauan Raja Ampat adalah bagian dari wilayah yang dikenal sebagai Kawasan Bentang Laut Kepala Burung, yang didalamnya termasuk teluk Cendrawasih, Taman Laut Nasional terbesar di Indonesia.
Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.
Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.
Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.
Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepulauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.
Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis pigmy seahorse atau kuda laut mini, wobbegong dan Manta ray. Juga ada ikan endemik Raja Ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Manta Ray yang jinak seperti ketika anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.
Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang.Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan. Ada juga pesawat karam peninggalan perang dunia ke II yang bisa dijumpai di beberapa tempat penyelaman menjadikan tempat yang bagus untuk wreck dive seperti di P. Wai. Dan masih banyak lagi situs terumbu karang yang sebenarnya belum pernah dijamah. Ini menjadikan penyelaman di Raja Ampat terasa lebih menantang.

SURGA PENYELAM

Kepulauan Raja Ampat Surga Para Penyelam




Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi
empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.
Dalam perjalanan sejarah, wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat nelayan dan menerapkan sistem adat Maluku. Dalam sistem ini, masyarakat merupakan anggota suatu komunitas desa. Tiap desa dipimpin oleh seorang raja. Semenjak berdirinya dua kesultanan muslim di Maluku, Raja Ampat menjadi bagian klaim dari Kesultanan Tidore. Setelah Kesultanan Tidore takluk dari Belanda, Kepulauan Raja Ampat menjadi bagian klaim Hindia-Belanda.
Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah masyarakat yang ramah menerima tamu dari luar, apalagi kalau kita membawa oleh-oleh buat mereka berupa pinang ataupun permen.
Barang ini menjadi semacam ‘pipa perdamaian indian’ di Raja Ampat. Acara mengobrol dengan makan pinang disebut juga “Para-para Pinang” seringkali bergiliran satu sama lain saling melempar mob, istilah setempat untuk cerita-cerita lucu. Mereka adalah pemeluk Islam dan Kristen dan seringkali di dalam satu keluarga atau marga terdapat anggota yang memeluk salah satu dari dua agama tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat Raja Ampat tetap rukun walaupun berbeda keyakinan.
Kabupaten Kepulauan Raja Ampat letaknya terpencil di Papua Barat. Kawasan ini menyimpan sejuta keindahan bawah laut. Wisata bahari Raja Ampat dikenal sebagai salah satu dari 10 tempat wisata menyelam terbaik di dunia. Pesona dan kekayaan alam bawah laut, menjadi andalan Pulau Raja Ampat menembus persaingan dunia pariwisata di Indonesia dan dunia melalui wisata diving yang bisa dilakukan di indonesia bagian timur ini.
Kepulauan ini merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong sejak tahun 2003 yang mencakup 12 Kecamatan dan 88 desa. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa ini memiliki 610 pulau dengan Empat diantaranya pulau besar, yakni Pulau Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo. Dari 610 pulau tersebut, hanya 35 pulau saja yang berpenghuni. Dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, hanya 6.000 km2 berupa daratan, sedangkan 40.000 km2 sisanya adalah lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat.
Kepulauan Raja Ampat terletak di jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini.
Kepulauan ini berada di bagian paling barat pulau induk Papua, Indonesia, membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta hektar.  Raja Ampat memiliki kekayaan dan keunikan spesies yang tinggi dengan ditemukannya 1.104  jenis ikan, 699 jenis moluska (hewan lunak) dan 537 jenis hewan karang. Tidak hanya jenis-jenis ikan, Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman terumbu karang, hamparan padang lamun, hutan mangrove, dan pantai tebing berbatu yang indah. Potensi menarik lain adalah pengembangan usaha ekowisata dan wilayah ini telah pula diusulkan sebagai Lokasi Warisan Dunia (World Herritage Site) oleh Pemerintah Indonesia.
Melihat posisinya di kawasan segitiga terumbu karang, yang tepat pada pusat keragaman terumbu karang dunia, maka laut di Kepulauan Raja Ampat diindikasikan sebagai kawasan yang paling kaya keragaman hayatinya di dunia. Kumpulan terumbu karang yang luas dan kaya ini membuktikkan bahwa terumbu karang di kepulauan ini mampu bertahan terhadap ancaman-ancaman seperti pemutihan karang dan penyakit, dua jenis ancaman yang kini sangat membahayakan kelangsungan hidup terumbu karang di seluruh dunia. Kuatnya arus samudra di Raja Ampat memegang peran penting dalam menyebarkan larva karang dan ikan melewati samudra Hindia dan Pasifik ke ekosistem karang lainnya. Kemampuan tersebut didukung oleh keragaman dan tingkat ketahanannya menjadikan kawasan ini prioritas utama untuk dilindungi. Kepulauan Raja Ampat adalah bagian dari wilayah yang dikenal sebagai Kawasan Bentang Laut Kepala Burung, yang didalamnya termasuk teluk Cendrawasih, Taman Laut Nasional terbesar di Indonesia.
Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.
Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.
Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.
Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepulauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.
Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis pigmy seahorse atau kuda laut mini, wobbegong dan Manta ray. Juga ada ikan endemik Raja Ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Manta Ray yang jinak seperti ketika anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.
Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang.Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan. Ada juga pesawat karam peninggalan perang dunia ke II yang bisa dijumpai di beberapa tempat penyelaman menjadikan tempat yang bagus untuk wreck dive seperti di P. Wai. Dan masih banyak lagi situs terumbu karang yang sebenarnya belum pernah dijamah. Ini menjadikan penyelaman di Raja Ampat terasa lebih menantang.

BUDAYA MASYARAKAT RAJA AMPAT

Kebudayaan
Kebudayaan

Wilayah Kabupaten Raja Ampat merupakan suatu wilayah yang sangat unik dengan rangkaian pulau-pulau baik besar maupun kecil, yang sangat mempengaruhi baik keadaan bahasa dan penuturnya maupun juga budaya dan sistem sosial yang dianut oleh masyarakat di kawasan ini. Selain itu, kawasan ini merupakan daerah perbatasan antara kelompok-kelompok bahasa dan budaya di sebelah barat, yaitu kelompok bahasa dan budaya di Kepulauan Maluku dan kelompok-kelompok bahasa dan budaya di Papua. 
Dengan kondisi geografis, yang merupakan wilayah kepulauan dan wilayah paling barat dari rangkaian kepulauan pulau besar New Guinea, Kepulauan Raja Ampat menjadi daerah yang secara antropologis dan linguistis merupakan daerah yang mendapat sebutan keragaman (an area of diversity).  Istilah keragaman ini sangat tepat dipakai untuk menggambarkan situasi budaya dan bahasa yang merupakan perpaduan antara budaya dan bahasa asli Raja Ampat dengan budaya dan bahasa yang dibawa oleh pendatang-pendatang, baik dari wilayah lain di Papua maupun luar Papua.  Perpaduan budaya dan bahasa ini telah terjadi sejak berabad-abad lalu.
Penyebaran Bahasa-Bahasa di Raja Ampat
Dari survei yang dilakukan, bahasa-bahasa Raja Ampat dapat dikelompokkan sebagai berikut:
  1. Bahasa Ma’ya; yaitu bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Wawiyai (Teluk Kabui), suku Laganyan (Kampung Araway, Beo dan Lopintol) dan suku Kawe (Kampung Selpele, Salio, Bianci dan Waisilip). Mereka menggunakan satu bahasa yang terdiri dari beberapa dialek, yaitu dialek Wawiyai, Laganyan, dan Kawe.   
  2. Bahasa Ambel (-Waren); yaitu bahasa yang digunakan oleh penduduk yang mendiami beberapa kampung di timur Teluk Mayalibit, seperti Warsamdin, Kalitoko, Wairemak, Waifoi, Go, dan Kabilol, serta Kabare dan Kapadiri di Waigeo Utara.
  3. Bahasa Batanta. Bahasa ini digunakan oleh masyarakat yang mendiami sebelah selatan Pulau Batanta, yaitu penduduk Kampung Wailebet dan Kampung Yenanas.
  4. Bahasa Tepin. Bahasa ini digunakan oleh penduduk di sebelah utara ke arah timur Pulau Salawati, yaitu penduduk di Kampung Kalyam, Solol, Kapatlap, dan Samate, dengan beberapa dialek yaitu, dialek Kalyam Solol, Kapatlap dan Samate.
  5. Bahasa Moi.  Bahasa ini adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk di Kampung Kalobo, Sakabu, dan sebagian Kampung Samate. Bahasa Moi yang dipakai di Salawati merupakan satu dialek bahasa Moi yang berasal dari daratan besar sebelah barat wilayah Kepala Burung, yang berbatasan langsung dengan Selat Sele.
  6. Bahasa Matbat. Istilah Matbat merupakan nama yang diberikan untuk mengidentifikasikan penduduk dan bahasa asli Pulau Misool. Orang asli Misool disebut orang Matbat dan bahasa mereka disebut bahasa Matbat. Penduduk yang merupakan penutur asli bahasa Matbat ini tersebar di Kampung Salafen, Lenmalas, Atkari, Folley, Tomolol, Kapatcool, Aduwei, dan Magey.
  7. Bahasa Misool. Sebutan ini diberikan oleh penduduk Misool yang berbahasa Misool sendiri. Bahasa Misool ini berbeda sekali dengan bahasa Matbat. Orang yang menggunakan bahasa Misool ini dipanggil dengan sebutan Matlou oleh orang Matbat, yang berarti orang pantai. Orang Misool yang menggunakan bahasa Misool pada umumnya beragama Islam, yang tersebar di Kampung Waigama, Fafanlap, Gamta,Lilinta, Yelu, Usaha Jaya, dan Harapan Jaya. Bahasa ini juga digunakan oleh beberapa kampung Islam di Salawati seperti Sailolof kampung Islam, dan Samate.
  8. Bahasa Biga. Bahasa ini adalah salah satu bahasa migrasi yang berada di sebelah tenggara Pulau Misool, yang digunakan oleh penduduk yang mendiami Kampung Biga di tepi Sungai Biga (Distrik Misool Timur Selatan). Penduduk dan bahasa ini diperkirakan bermigrasi dari Pulau Waigeo, yaitu dari Kampung Kabilol, yang berbahasa Ambel. Peneliti perlu mengadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah bahasa Biga memiliki kemiripan dengan bahasa Ambel. 
  9. Bahasa Biak. Bahasa Biak di Raja Ampat merupakan bahasa yang bermigrasi dari Pulau Biak dan Numfor bersamaan dengan penyebaran orang Biak ke Raja Ampat. Bahasa Biak ini dibagi menjadi beberapa dialek, yaitu Biak Beteu (Beser), Biak Wardo, Biak Usba, Biak Kafdaron, dan Biak Numfor. 
  10. Bahasa-bahasa lain. Dengan arus migrasi penduduk dari Kepulauan Maluku dan wilayah bagian barat lainnya, maka terdapat juga beberapa bahasa yang dipakai oleh penduduk pendatang di Raja Ampat seperti bahasa Ternate, Seram, Tobelo, Bugis, Buton, dan Jawa. Bahasa-bahasa ini merupakan bahasa-bahasa minoritas karena penuturnya tidak terlalu banyak. 
Lingua Franca di Raja Ampat
Sejarah Raja Ampat menunjukan bahwa bahasa Biak dan Melayu telah lama digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari antar suku di Raja Ampat, terutama di bagian utara wilayah Raja Ampat. Penggunaan bahasa Biak sebagai bahasa komunikasi sehari-hari (lingua franca) di kawasan ini ditunjang dengan penyebaran suku dan bahasa Biak yang dominan di wilayah pesisir dan pulau-pulau dari Pulau Waigeo di utara sampai ke Pulau Salawati dan Kofiau di selatan. Sedangkan bahasa Melayu Papua merupakan bahasa komunikasi yang paling umum dipakai dalam aktifitas setiap hari di wilayah Raja Ampat.
Dalam sejarah peradaban di Raja Ampat, bahasa Melayu Papua memainkan peran bukan saja sebagai bahasa pengantar yang digunakan setiap saat, tetapi juga untuk mempererat hubungan antar semua kelompok suku dan juga sebagai bahasa komunikasi dengan kelompok suku di wilayah lain di luar Raja Ampat. Sampai sekarang kedua bahasa ini masih digunakan sebagai lingua franca, meskipun bahasa Melayu Papua sangat dominan dibandingkan dengan bahasa Biak.
Klasifikasi dan Penyebaran Budaya di Raja Ampat
Kebudayaan masyarakat Raja Ampat dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebarannya di pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Adapun klasifikasinya sebagai berikut:
  1. Pulau Waigeo. Pulau Waigeo dan sekitarnya didiami oleh beberapa suku atau sub suku yang dikelompokan ke dalam suku-suku asli dan suku-suku pendatang.

    A.  Suku Wawiyai (Wauyai) Kelompok suku Wawiyai merupakan kelompok suku yang mendiami wilayah sebelah utara Teluk Kabui di Waigeo Selatan. Dalam survei ditemukan bahwa suku ini hanya mendiami satu kampung yaitu Kampung Wawiyai. Namun, kelompok suku Wawiyai yang mempunyai garis keturunan langsung dengan sejarah Wawiyai adalah penduduk yang mendiami Pulau Friwen, yang disebut orang Wawiyai Man mon.

    B.  Suku Kawe Kelompok suku Kawe merupakan kelompok suku asli di Waigeo yang mendiami wilayah sebelah barat Pulau Waigeo. Kelompok suku ini bermukim di Kampung Salio, Selpele, Waisilip, dan Bianci. Kampung Selpele dan Salio masih merupakan daerah yang dominan dengan suku Kawe sedangkan Bianci dan Waisilip sudah merupakan kampung-kampung yang heterogen dan populasi orang Kawe sangat sedikit.

    C.  Suku Laganyan
    Kelompok suku Laganyan merupakan penduduk asli Pulau Waigeo yang mendiami tiga kampung di sekitar Teluk Mayalibit, yaitu Kampung Araway, Lopintol dan Beo.

    D.  Suku Ambel (-Waren)
    Wilayah Pulau Waigeo yang merupakan wilayah ulayat suku Ambel terletak di sebelah timur ke utara Teluk Mayalibit dan pantai utara Pulau Waigeo. Kampung-kampung yang merupakan daerah permukiman suku ini adalah Kabilol, Go, Waifoi, Wairemak, Kalitoko, dan Warsamdin (di Teluk Mayalibit), Kabare dan Kapadiri (di Waigeo Utara). Penduduk di Kampung Warsamdin di muara Teluk Mayalibit dan Kampung Kabare di Waigeo Utara telah bercampur dengan penduduk dari suku Biak.

    E.  Suku Biak Penduduk suku Biak merupakan penduduk yang bermigrasi ke Kepulauan Raja Ampat dari Pulau Biak dan Numfor di wilayah Teluk Cenderawasih (Teluk Geelvink), sebelah timur dari Kepulauan Raja Ampat.  Mereka bermigrasi dalam beberapa periode waktu dan sejarah, bermula dari pelayaran hongi dan pembayaran upeti kepada Sultan Tidore/Ternate, kemudian disusul dengan perjalanan kelompok suku Biak mengikuti arah perjalanan Koreri (Manarmaker) dalam legenda kepercayaan tradisional orang Biak.  Migrasi yang terakhir diperkirakan terjadi pada tahun-tahun akhir pemerintahan Belanda (sekitar tahun 1950-an).  Penduduk suku Biak pada umumnya mendiami wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau di Waigeo, yaitu seluruh Kepulauan Ayau (Kampung Dorekar, Yenkawir, Meosbekwan, Rutum dan Reni), Waigeo Utara (Kampung Rauki, Bonsayor, Kabare, Andei, Asukweri, Boni, Warwanai, dan Mnier), Waigeo Timur (Kampung Puper, Yenbekaki, Urbinasopen, Yensner), Waigeo Selatan (Kampung Saonek, Saporkren, Yenbeser, Yenwaupnor, Sawinggrai, Kapisawar, Yenbuba, Yenbekwan, Sawandarek, Kurkapa, Arborek, Kabui). Di wilayah Waigeo Barat, penduduk suku Biak mendiami kampung-kampung seperti, Bianci, Mutus, Meos Manggara, Manyaifun, Safkabu dan Fam di Kep. Fam. Juga, suku Biak tersebar sampai ke Pulau Gag. Kelompok suku Biak ini dibagi lagi menjadi beberapa sub suku, yaitu Biak Beteu (Beser), Biak Wardo dan Biak Usba.

    F.  Suku-suku lain
    Kelompok suku lain yang secara historis mempunyai hubungan dengan Raja Ampat adalah kelompok suku Tidore, Ternate, Seram dan suku lain di Kep. Maluku. Kelompok yang bermigrasi kemudian adalah kelompok suku Bugis dan Buton, diikuti oleh Jawadan lain-lain.;
  2. PulauBatanta   

    A.  Suku Batanta
    Kelompok suku ini diperkirakan merupakan penduduk asli Pulau Batanta. Suku Batanta mendiami wilayah selatan Pulau Batanta yaitu Kampung Wailebet dan Yenanas yang terletak di Selat Sagawin berhadapan dengan Pulau Salawati.
     
    B.  Suku Biak
    Mayoritas penduduk di bagian utara ke arah timur Pulau Batanta berasal dari suku Biak.  Penduduk di hampir seluruh kampung-kampung di wilayah ini berbahasa dan berbudaya Biak.  Kampung-kampung tersebut adalah Yensawai, Arefi, Amdui dan sebagian Yenanas. Kelompok suku Biak di Batanta ini disebut Biak Kafdaron. Secara historis, orang Biak Kafdaron adalah kelompok yang bermigrasi ke Pulau Batanta mengikuti jejak perjalanan legenda Koreri (Mansar Manarmaker) dari Pulau Biak ke arah barat.

    C.  Suku-suku lain

    Kelompok suku lain yang bermukim di Pulau Batanta berasal dari pulau besar New Guinea dan Maluku, tetapi populasinya tidak banyak kecuali mereka yang bekerja pada perusahaan siput dan pegawai pemerintah.
  3. Pulau Salawati

    A.  Suku Tepin
    Suku Tepin merupakan suku asli Salawati yang mendiami pesisir utara Pulau Salawati. Mereka mendiami Kampung Kalyam dan Solol di Selat Sagawin. Bahasa yang digunakan disebut bahasa Tepin.  

    B.  Suku Fiat, Domu, Waili dan Butlih
    Kelompok suku-suku ini adalah kelompok suku-suku kecil yang merupakan suku-suku asli Pulau Salawati, yang mendiami daerah Samate, Kapatlap, Kalobo dan Sakabu. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Tepin dengan variasi dialek di setiap suku. Meskipun demikian, setiap suku menyebut bahasa mereka menurut nama suku mereka.

    C.  Suku Moi (Moi-Maya)
    Kelompok suku Moi, atau sering disebut dengan istilah Moi-Maya atau Moi-Pantai yang mendiami sebelah timur Pulau Salawati diperkirakan bermigrasi dari dataran besar Kepala Burung sebelah barat, yang merupakan wilayah suku Moi. Hal ini sangat mungkin karena wilayah timur Pulau Salawati ini berhadapan langsung dengan dataran Kepala Burung itu dan hanya dibatasi oleh Selat Sele. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Moi.

    D. Suku-suku Lain
    Kelompok suku lain yang mendiami Pulau Salawati adalah suku-suku pendatang seperti suku Biak, Jawa, Ternate, Tidore, Tobelo, Seram, Bugis dan Buton. Mereka tersebar di kampung-kampung di Pulau Salawati seperti Kalyam, Solol, Samate, Kapatlap, Kalobo dan Sakabu.
  4. Pulau Misool

    A.  Suku Matbat

    Suku Matbat merupakan suku asli Pulau Misool, yang pada awalnya mendiami daerah pegunungan.  Mereka diperkirakan turun dan membuat perkampungan di wilayah pesisir pada masa pemerintahan Belanda sekitar tahun 1940-1950. Mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam dan meramu sagu. Tetapi sekarang telah terjadi pergeseran mata pencaharian.  Mereka mulai menjadi nelayan meskipun bukan sebagai mata pencaharian utama. Kelompok suku Matbat ini dapat ditemui di Kampung Salafen, Atkari, Lenmalas, Folley, Tomolol, Kapatcool, Aduwei, dan Magey. 

    B.  Suku Misool
    Kelompok suku Misool adalah kelompok suku yang bermigrasi ke Pulau Misool sekitar 100 tahun lalu dan merupakan kelompok suku yang telah mengalami percampuran etnis sekian lama sehingga membentuk suatu komunitas suku dengan identitasnya sendiri. Kelompok ini diperkirakan berasal dari Pulau Waigeo, yang oleh beberapa ahli disebut dengan kelompok suku Maya baik orang maupun bahasanya, tetapi mereka juga telah mengalami percampuran dengan kelompok suku dari Kepulauan Maluku seperti Seram, Tobelo, Tidore, dan Ternate. Hal ini dapat dilihat dari bentuk fisik penduduk suku ini, dan juga dari sejarah suku Misool sendiri. Orang Matbat memanggil orang dari suku Misool dengan sebutan Mat Lou, yang berarti ‘orang pantai’. Bahasa yang digunakan disebut bahasa Misool. Kampung-kampung yang merupakan tempat tinggal suku Misool adalah Waigama, Lilinta, Fafanlap, Gamta, Yellu, Harapan Jaya, Usaha Jaya. Pada umumnya perkampungan suku Misool sedikit lebih besar dari perkampungan suku Matbat dan jumlah penduduknya juga sedikit lebih banyak dari jumlah penduduk perkampungan suku Matbat.

    C.  Suku Biga
    Suku Biga adalah satu kelompok suku yang berasal dari Waigeo yang bermigrasi ke Pulau Misool. Kelompok suku ini mendiami Kampung Biga di pinggiran Sungai Biga, yang berarti ‘tempat sagu’.
     
    D.  Suku Biak
    Suku Biak yang mendiami beberapa kampung di Pulau Misool adalah suku Biak dari sub suku Biak Beteu (Beser). Mereka mendiami Kampung Pulau Tikus, Solal, Wejim dan Satukurano. 

    E.  Suku-suku lain
    Suku-suku lain yang mendiami pulau Misool adalah pendatang dari Seram, Tobelo, Ternate, dan Tidore. Selain itu, pendatang baru di pulau ini adalah penduduk dari Buton, Bugis, Ambon, Jawa, dan lain-lain. 
  5. Pulau Kofiau.

    Distrik Kofiau yang terdiri dari beberapa pulau umumnya dihuni oleh penduduk dari suku Biak, sub Suku Biak Beteu (Beser).  Suku ini mendiami Kampung Deer, Dibalal dan Tolobi.
Hubungan Bahasa dan Budaya
Bahasa dan budaya adalah dua unsur integral yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap orang. Setiap orang, mau tidak mau, dilahirkan dalam lingkungan suatu bahasa dan budaya tertentu. Setiap suku di Raja Ampat cenderung menyatakan identitas suku dan bahasa mereka sesuai dengan nama kelompok suku tersebut. Satu contoh, setiap kelompok suku berusaha menyebutkan bahasa yang digunakan dengan nama suku tersebut, meskipun di sisi lain mereka menyatakan bahwa bahasa yang mereka gunakan juga dipakai di kampung lain atau di pulau lain. Fenomena ini merupakan hal biasa.  Setiap suku selalu berusaha mengidentifikasi keberadaan mereka kepada kelompok lain sehingga jati diri mereka juga diakui dan dihargai oleh kelompok lain.
Kelompok-kelompok suku di Raja Ampat juga selalu selalu menamakan wilayah mereka menurut bahasa mereka sendiri. Di Raja Ampat ditemukan bahwa sebuah tempat, baik itu gunung, tanjung, teluk, pulau dan lainnya, memiliki nama yang berbeda-beda menurut kelompok suku yang tinggal di sekitar wilayah itu. Satu contoh adalah penamaan pulau-pulau di wilayah Waigeo. Nama yang tertulis dalam peta dan juga yang dipakai sekarang oleh masyakarat di kawasan ini, berasal dari bahasa Biak. Akan tetapi, penduduk asli seperti orang Wawiyai yang mempunyai hak ulayat di wilayah Waigeo Selatan, menyebut pulau-pulau tersebut dengan nama tersendiri sesuai dengan bahasa mereka.
Situasi yang sangat menarik terlihat pada bahasa dan budaya di sekitar Teluk Mayalibit, Pulau Misool dan Pulau Friwen. Bagian dalam Teluk Mayalibit didiami oleh dua kelompok suku yaitu suku Laganyan di bagian barat dan suku Ambel di bagian timur ke utara. Orang Laganyan bermukim di tiga kampung yaitu Araway, Beo dan Lopintol sedangkan orang Ambel mendiami kampung-kampung seperti Kabilol, Go, Waifoi, Wairemak, Kalitoko dan Warsamdin. Kedua suku ini secara linguistis dan antropologis berbeda, meskipun secara geografis perkampungan mereka tidak terlalu jauh satu sama lainnya. Tetapi tiga kampung Laganyan ini adalah kampung Islam, disini telah terjadi percampuran kebudayaan antara kebudayaan Laganyan dan Islam, terutama menyangkut nilai-nilai, norma-norma, dan kebiasaan hidup.  Sedangkan kelompok suku Ambel adalah penganut ajaran Kristen.  Ajaran agama Kristen juga telah mempengaruhi unsur-unsur budaya Ambel terutama pola pikir, nilai-nilai dan norma-norma serta kebiasaan hidup. Hal yang sama terjadi di Pulau Misool. Seluruh perkampungan suku Matbat masih menunjukan ciri-ciri perkampungan asli Papua sebagaimana yang terlihat di Kampung Magey dan Aduwei. Sedangkan mayoritas perkampungan suku Misool telah mencirikan perkampungan yang hampir sama dengan ciri-ciri perkampungan di luar Papua, seperti di Kepulauan Maluku dan juga di Sulawesi.
 Type rumah Suku Misool di Waigama (Foto: Ucu Sawaki).



Type rumah Suku Matbat di Kampung Magey (Foto: Ucu Sawaki)



Type rumah Suku Biga di Sungai Biga (Foto: Ucu Sawaki)

Seluruh orang dari suku Misool beragama Islam dan telah lama meninggalkan sebagian adat dan kebiasaan suku. Sedangkan orang Matbat mayoritas beragama Kristen dan masih mempertahankan adat istiadat mereka. Sebagaimana telah dijelaskan, bahasa yang digunakan oleh kedua penganut kebudayaan yang berbeda ini, juga berbeda. Semua orang dari suku Misool menggunakan bahasa Misool dan seluruh orang Matbat menggunakan bahasa Matbat. Penduduk Matbat di lain pihak dapat menggunakan bahasa Misool untuk berkomunikasi dengan suku tetangga mereka ini, tetapi orang Misool tidak dapat menggunakan bahasa Matbat. Orang Biga dari suku Biga juga mencirikan pola perkampungan, mata pencaharian dan kebiasaan hidup lainnya yang sama dengan orang Matbat, yaitu mirip dengan kebudayaan Papua.  Meskipun demikian, kebudayaan Biga dan Matbat berbeda di banyak segi.  Bahasa kedua suku ini juga sangat berbeda.

Kelompok masyarakat yang mendiami Pulau Friwen, sebagaimana telah dijelaskan, adalah contoh tentang suatu keadaan di mana kebudayaan dominan, dalam hal ini kebudayaan Biak, mempengaruhi kebudayaan minoritas, kebudayaan Wawiyai. Penduduk Friwen adalah suku Wawiyai dari keturunan Wawiyai Man mon. Mereka telah mengalami suatu perubahan budaya dan bahasa sehingga sekarang kebudayaan mereka didominasi oleh kebudayaan dan bahasa Biak. Hal-hal ini terjadi selain karena sejarah suku Wawiyai yang berada di Friwen, juga karena faktor-faktor ekonomi dan sosial. Yang menjadi sangat menarik adalah Kampung Friwen berjarak tidak terlalu jauh dari Kampung Wawiyai, satu-satunya kampung orang Wawiyai di utara Teluk Kabui dan merupakan kampung asal orang Wawiyai Friwen.  Tetapi orang Wawiyai di Kampung Wawiyai masih menggunakan bahasanya dengan fasih dan menjaga kebudayaan mereka dengan sangat baik.
Fenomena hubungan bahasa dan budaya di Kepulauan Raja Ampat sangat menarik karena Raja Ampat merupakan tempat dimana beberapa kebudayaan dan bahasa bertemu dan saling mempengaruhi. Ada kelompok suku yang tetap mempertahankan budaya dan bahasanya, ada juga yang menggabungkannya, dan ada yang sama sekali beralih ke kebudayaan dan bahasa kelompok suku lain.

WISATA RAJA AMPAT

Raja Ampat, Pesona Eksotisme Wisata Bahari Dari Papua


Siapa bilang di tanah Papua tidak ada objek pariwisata bahari yang memukau? Selama ini Papua lebih dikenal dengan eksotisme kebudayaannya yang sederhana serta sumber daya alamnya yang melimpah. Namun, datanglah ke Raja Ampat, dan nikmati keindahan terumbu karang, lengkap dengan biota laut menawan serta pemandangan bahari yang mengesankan.
Tak salah bila kemudian Putri Indonesia 2005 Nadine Chandrawinata menyatakan kekagumannya pada kawasan ini setelah melakukan penyelaman, merasakan sajian panorama bawah laut Raja Ampat yang sangat memikat. Penggemar snorkeling dan diving memang dijamin tidak akan kecewa. Sebaliknya, mereka bakal terpanggil untuk datang dan datang lagi.
Raja Ampat adalah pecahan Kabupaten Sorong, sejak 2003. Kabupaten berpenduduk 31 ribu jiwa ini memiliki 610 pulau (hanya 35 pulau yang dihuni) dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, namun hanya 6.000 km2 berupa daratan, 40.000 km2 lagi lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat.
Kepulauan Raja Ampat terletak di barat laut kepala burung Pulau Papua, dengan kurang lebih 1500 pulau kecil dan atoll serta 4 pulau besar utama, yakni Misol, Salawati, Bantata dan Waigeo. Inilah yang kemudian menjadikan Raja Ampat taman laut terbesar di Indonesia. Wilayah ini sempat menjadi incaran para pemburu ikan karang dengan cara mengebom dan menebar racun sianida. Namun, masih banyak penduduk yang berupaya melindungi kawasan itu sehingga kekayaan lautnya bisa diselamatkan. Terumbu karang di laut Raja Ampat dinilai terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75 persennya berada di perairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. Luar biasa!
Bank Dunia bekerja sama dengan lembaga lingkungan global menetapkan Raja Ampat sebagai salah satu wilayah di Indonesia Timur yang mendapat bantuan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) II, sejak 2005. Di Raja Ampat, program ini mencakup 17 kampung dan melibatkan penduduk lokal. Nelayan juga dilatih membudidayakan ikan kerapu dan rumput laut. Khusus untuk Anda yang tidak tertarik dengan aktivitas menyelam, hamparan laut biru yang membiaskan keindahan langit, taburan pasir putih yang memancarkan kilaunya bagaikan mutiara, bisa dinikmati. Selain itu, masih ada gugusan pulau-pulau yang memesona dan flora serta fauna unik seperti cenderawasih merah, cenderawasih Wilson, maleo waigeo, beraneka burung kakatua dan nuri, kuskus waigeo, serta beragam jenis bunga anggrek. Papua Diving di pulau Mansuar adalah salah satu resort terkemuka yang berada di kawasan ini. Wisatawan-wisatawan mancanegara penggemar selam betah selama berhari-hari bahkan sebulan berada di Raja Ampat menikmati keindahan yang ada di sana dan menginap di Papua Diving.
Setiap tahun resor ini dikunjungi minimal 600 turis spesial yang menghabiskan waktu rata-rata dua pekan. Penginapan sangat sederhana yang hanya berdinding serta beratap anyaman daun kelapa itu bertarif minimal 75 euro atau Rp 900.000 semalam. Jika ingin menyelam harus membayar 30 euro atau sekitar Rp 360.000 sekali menyelam pada satu lokasi tertentu. Kebanyakan wisatawan datang dari Eropa. Hanya beberapa wisatawan asal Indonesia yang menginap dan menyelam di sana. Pulau Kri, Waigeo, serta Misool juga menyiapkan resort buat pengunjung. Di pulau Misool ada Eco Resort yang dibangun dengan menerapkan prinsip-prinsip konservasi alam yang ketat. Ada kesepakatan dengan penduduk adat di sekitar wilayah tersebut untuk menjaga ekosistem terpadu yang disebut “No Take Zone” yakni melarang eksploitasi pengambilan apapun dari laut, mulai dari berburu kerang, telur penyu,sirip ikan hiu sampai hanya sekedar mencari ikan. Secara ekstrim, malah di eco resort ini mengharamkan penggunaan antiseptik karena limbah buangannya dikhawatirkan akan membunuh ekosistem terumbu karang di sekitarnya.
Beberapa resor menetapkan harga relatif mahal karena menyuguhkan fasilitas lengkap. Wisatawan dengan biaya terbatas juga dapat memanfaatkan resort milik pemerintah yang jauh lebih murah di daerah Waisai, ibu kota Raja Ampat. Anda harus terbang dulu ke Bandara Domne Eduard Osok, Sorong, Papua, lalu langsung menuju lokasi dengan kapal cepat berkapasitas sekitar 10 orang yang tarifnya Rp 3,2 juta sekali jalan. Perlu waktu sekitar 3-4 jam untuk mencapai kawasan Raja Ampat khususnya ke Pulau Mansuar. Untuk berkeliling pulau yang diinginkan, kita dapat menyewa speedboat kapasitas 10 orang dengan harga Rp 3-5 juta per 8 jam, tergantung kepandaian kita menawar. Kita juga bisa mengambil paket wisata dengan mengunjungi perkampungan untuk melihat tanaman dan hewan khas setempat seperti burung Cendrawasih.
Untuk masuk ke kawasan Raja Ampat, setiap orang harus membayar biaya masuk sebesar Rp 250 ribu untuk wisatawan domestik, dan Rp 500 ribu untuk wisatawan dari mancanegara. Sebuah pin bulat yang berfungsi seperti identitas ini akan kita terima, setelah membayar biaya tersebut. Uniknya, pin ini berlaku untuk satu tahun, sejak 1 Januari hingga 31 Desember. Jadi jika dalam satu tahun itu kita bolak-balik mengunjungi Raja Ampat, hanya perlu membayar biaya masuk satu kali saja. Tentu saja pin tadi tidak boleh hilang dan harus kita kenakan sebagai tanda pengenal.

RAJA AMPAT

Kepulauan Raja Ampat

Kepulauan Raja Ampat
Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kepulauan ini sekarang menjadi tujuan para penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya. Empat gugusan pulau yang menjadi anggotanya dinamakan menurut empat pulau terbesarnya, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta.

Daftar isi

Asal-usul dan sejarah

Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.
Dalam perjalanan sejarah, wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat bangsawan dan menerapkan sistem adat Maluku. Dalam sistem ini, masyarakat skumpulan manusia. Tiap desa dipimpin oleh seorang raja. Semenjak berdirinya lima kesultanan muslim di Maluku, Raja Ampat menjadi bagian klaim dari Kesultanan Tidore. Setelah Kesultanan Tidore takluk dari Belanda, Kepulauan Raja Ampat menjadi bagian klaim Hindia-Belanda.

Masyarakat

Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah masyarakat yang ramah menerima tamu dari luar, apalagi kalau kita membawa oleh-oleh buat mereka berupa pinang ataupun permen. Barang ini menjadi semacam 'pipa perdamaian indian' di Raja Ampat. Acara mengobrol dengan makan pinang disebut juga "Para-para Pinang" seringkali bergiliran satu sama lain saling melempar mob, istilah setempat untuk cerita-cerita lucu.
Mereka adalah pemeluk Islam dan Kristen dan seringkali di dalam satu keluarga atau marga terdapat anggota yang memeluk salah satu dari dua agama tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat Raja Ampat tetap rukun walaupun berbeda keyakinan.

Kekayaan sumber daya alam

Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.
Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.
Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.
Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.
Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis kuda laut katai, wobbegong, dan ikan pari Manta. Juga ada ikan endemik raja ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, Anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Manta Ray yang jinak seperti ketika Anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, Anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung Anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.
Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang. Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan.

Peninggalan prasejarah dan sejarah

Di kawasan gugusan Misool ditemukan peninggalan prasejarah berupa cap tangan yang diterakan pada dinding batu karang. Uniknya, cap-cap tangan ini berada sangat dekat dengan permukaan laut dan tidak berada di dalam gua. Menurut perkiraan, usia cap-cap tangan ini sekitar 50.000 tahun dan menjadi bagian dari rangkaian petunjuk jalur penyebaran manusia dari kawasan barat Nusantara menuju Papua dan Melanesia.
Sisa pesawat karam peninggalan Perang Dunia II bisa dijumpai di beberapa tempat penyelaman, seperti di Pulau Wai.

Akses

Mengunjungi kepulauan ini tidaklah terlalu sulit walau memang memakan waktu dan biaya cukup besar. Kita dapat menggunakan maskapai penerbangan dari Jakarta ke Sorong via Menado selama 6 jam penerbangan. Dari Sorong –kota yang cukup besar dan fasilitas lumayan lengkap- untuk menjelajahi Raja Ampat pilihannya ada dua, ikut tur dengan perahu pinisi atau tinggal di resor Papua Diving. Sekalipun kebanyakan wisatawan yang datang ke Raja Ampat saat ini adalah para penyelam, sebenarnya lokasi ini menarik juga bagi turis non penyelam karena juga memiliki pantai-pantai berpasir putih yang sangat indah, gugusan pulau-pulau karst nan mempesona dan flora-fauna unik endemik seperti cendrawasih merah, cendrawasih Wilson, maleo waigeo, beraneka burung kakatua dan nuri, kuskus waigeo, serta beragam jenis anggrek.

Ancaman terhadap kepulauan ini

Kekayaan keanekaragaman hayati di Raja Ampat telah membuat dirinya memiliki tingkat ancaman yang tinggi pula. Hal itu bisa dilihat dari kerusakan terumbu karang dan hutan. Kerusakan terumbu karang umumnya adalah karena aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti bom, sianida dan akar bore (cairan dari olahan akar sejenis pohon untuk meracun ikan).

Usaha-usaha konservasi

Untuk menjaga kelestarian bawah laut Kepulauan Raja Ampat, usaha-usaha konservasi sangat diperlukan di daerah ini. Ada dua lembaga internasional yang konsen terhadap kelestarian sumber daya alam Raja Ampat, yaitu CI (Conservation International) dan TNC (The Nature Conservancy). Pemerintah sendiri telah menetapkan laut sekitar Waigeo Selatan, yang meliputi pulau-pulau kecil seperti Gam, Mansuar, kelompok Yeben dan kelompok Batang Pele, telah disahkan sebagai Suaka Margasatwa Laut. Menurut SK Menhut No. 81/KptsII/1993, luas wilayah ini mencapai 60.000 hektar.
Selain itu, beberapa kawasan laut lainnya telah diusulkan untuk menjadi kawasan konservasi. Masing-masing adalah Suaka Margasatwa Laut Pulau Misool Selatan, laut Pulau Kofiau, laut Pulau Asia, laut Pulau Sayang dan laut Pulau Ayau.